HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
PENGERTIAN:
Hukum perlindungan konsumen adalah
keseluruhan asas-asas dan kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan
dan masalah penyediaan dan penggunaan produk konsumen, yaitu antara penyedia
dan penggunanya dimasyarakat.
Menurut Prof. Dr. Mochtar
Kusumaatmadja adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah yang mengatur hubungan
dan masalah penyediaan dan penggunaanya. Az.nasution berpendapat bahwa hukum
konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah bersifat mengatur, dan juga
mengandung sifat melindungi kepentingan konsumen.
Asas-asas
perlindungan konsumen pada Pasal 2 Undang-Undang 8 Tahun 1999:
1. Asas Manfaat, untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar – besarnya
bagi kepentingan konsumen dan perilaku usaha.
2. Asas Keadilan, agar partisipasi seluruh rakyat diwujudkan secara
maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh
haknya dan melaksanakan kewajiban secara adil.
3. Asas Keseimbangan, untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan
konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material maupun spiritual
4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen, untuk memberikan jaminan atas keamanan dan
keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemkaian, dan pemanfaatan
5. Asas Kepastian Hukum, supaya perilaku usaha maupun konsumen manaati hukum
dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan.
Pada
Pasal 3 Undang - undang Nomor 8 Tahun 1999 menjelaskan tujuan, yaitu:
1.) Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian
konsumen untuk melindungi diri
2.) Mengangkat harkat dan martabat konsumen
3.) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
4.) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses mendapatkan informasi
5.) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap jujur
6.) Meningkatkan kualitas barang dan jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang atau jasa, Kesehatan, kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan konsumen
Hubungan Konsumen dan Pelaku
Usaha Prinsip – prinsip tentang kedudukan konsumen dalam hubungan hukum dengan
pelaku uahsa berangkat dari doktrin atau teori yang muncul dalam perjalanan
sejarah hukum perlindungan konsumen, antara lain :
1. Let
The Buyer Beware (caveat emptor)
Doktrin
ini merupakan embrio dari lahirnya sengketa dibidang transaksi konsumen. Asas
ini berasumsi, pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang sangat seimbang,
sehigga tidak perlu proteksi apapun bagi konsumen. Di dalam UUPK prinsip ini
sudah tidak digunakan, namun sebaliknya menggunakan prinsip kehati – hatian
dari pelaku usaha atau yang disebut caveat venditor, hal tersebut dapat dilihat
dengan diatur dalam bab tersendiri mengenai perbuatan yang di larang 29 bagi
pelaku usaha yang bertujuan agar pelaku usaha memiliki rambu –rambu dalam
melakukan usahanya.
2. The Due Care Theory
Doktrin atau prinsip ini menyatakan, pelaku
usaha mempunyai kewajiban untuk berhati – hati dalam meproduksi dan menyalurkan
produk, baik barang dan/atau jasa. Selama pelaku usaha berhati – hati dengan
produknya maka pelaku ushaa tidak dapat dipersalahkan. Prinsip ini sejalan
dengan aturan perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha yaitu Pasal 8 sampai
Pasal 17 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
3.
The Privity of Contract
Prinsip in menyatakan, pelaku usaha mempunyai
kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu dapat dilakukan jika
diantara mereka telah terjalin kontrak. Realitanya sering ditemukan kontrak
yang melemahkan posisi konsumen dengan mengalihkan tanggung jawab pelaku usaha
dengan kalusula – kalusula standartnya.
4.
Kontrak bukan syarat
Melihat
fenomena lemahnya posisi konsumen dalam prinsip The Privity of Contact yang
mensyaratkan kontrak sebagi dasar gugatan konsumen kepada pelaku usaha yang
merugikannya, maka lahirlah sebuah prinsip dimana kontrak 30 bukan lagi
merupakan syarat untuk menetapkan eksistensi suatu hubungan hukum. Sekalipun
ada pandangan yang menyatakan prinsip kontrak bukan syarat hanya berlaku untuk
objek transaksi berupa barang. Sebaliknya, kontrak selalu dipersyaratkan untuk
transaksi konsumen dibidang jasa.
Peran
pemerintah dalam upaya perwujudtan penyelenggaraan perlindungan konsumen
Sesuai
amanat Pasal 29 – 30 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen bahwa pemerintah memiliki tugas terkait pengawasan maupun pembinaan
dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen khususnya di bidang pangan,
mengingat keamanan pangan merupakan aspek penting dalam menentukan kualitas
sumber daya manusia dengan memperhatikan kesehatan dan gizi terhadap produk
yang dikonsumsinya.
Melalui
penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, dimana pembinaan perlindungan
konsumen diselenggarakan oleh Pemerintah dalam upaya untuk menjamin
diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban
masingmasing, misalnya dengan peningkatan kualitas penyidik, peningkatan
kualitas peneliti atau penguji barang dan/atau jasa, pengembangan pengujian
teknologi barang dan/atau jasa dan standar mutu. 31
Sedangkan
pengawasan perlindungan konsumen dilakukan secara bersama oleh pemerintah,
masyarakat dan LPKSM, mengingat banyak ragam dan jenis barang dan/atau jasa
yang beredar di pasar serta luasnya wilayah Indonesia. Pengawasan dimulai dari
proses produksi, penawaran, promosi, periklanan, hingga penjualan barang
dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara penelitian, pengujian, atau survei
terhadap barang dan/atau jasa yang diduga tidak memenuhi kemanan, keselamatan,
dan kesehatan konsumen.
Pembinaan
terhadap pelaku usaha dan pengawasan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar
di pasar tidak semata-mata ditujukan untuk melindungi kepentingan konsumen
tetapi sekaligus bermanfaat bagi pelaku usaha dalam upaya meningkatkan daya
saing barang dan/atau jasa di pasar global. Di samping itu, diharapkan pula
tumbuhnya hubungan usaha yang sehat antara pelaku usaha dengan konsumen, yang
pada gilirannya dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar